Hanya Sehari Melepas Rindu Kepadamu

Standard

Kutuliskan lagu ini
Kupersembahkan padamu
Walaupun tiada indah
Syair lagu yang kugubah

Kuingatkan kepadamu
Akan janjimu padaku
Hanyalah satu pintaku
Jangan kau lupakan daku

Walau apa yang terjadi
Tabahkan hatimu selalu
Jangan sampai kau tergoda
Mulut manis yang berbisa

Setahun kita berpisah
Sewindu terasa sudah
Duhai gadis pujaanku
Cintaku hanya padamu

….

Sebuah band kecil mengalunkan lagu berirama bossanova yang memenuhi atmosfer ruangan stasiun Bandung kala itu. Jumat, 13 April 2012 pukul 15.10. Masih tersisa 2 jam lagi menunggu kereta api Mutiara Selatan yang akan menuju Jawa Timur. Aku dekap barang bawaanku, satu tas ransel, yang hanya berisi handphone, dompet, kamera, dan pisang coklat Lampung oleh – oleh untuk keluarga di Jombang. Aku tersenyum, ini bukan pulang kampung, tapi sebuah perjalanan ‘liburan’ singkat yang harus dinikmati sebaik – baiknya. Sebuah pesan singkat dari Papa mengagetkanku, buru – buru aku buka: “Sampai jumpa besok di Jombang nduk.” Tersenyum lagi. Kangen Papa.

Sabtu, 14 April 2012 pukul 04.40 di dalam kereta.
“Mas, dilarang merokok.” ujarku kepada seorang lelaki sebelah kursi sambil menunjuk stiker besar bergambar rokok yang dicoret. Dengan sigap, lelaki itu mematikan batang rokok yang masih membara, dengan tampang gusar atau entahlah, aku tak peduli. Lihat sebuah jam di tangan kiri, “Satu jam lagi”, pikirku. Saxophone  Kenny G My Heart Will Go On tiba – tiba teralun lirih dari handphone. Sebuah telepon dari Papa,” Nduk, Papa mau senam di alon – alon. Kalau kamu sudah sampai, papa tunggu di sana ya nduk.” “Okai Pa, siap!”

Pukul 05.35. Jombang, dengan segala sepi di pagi hari masih indah sama seperti semester lalu. Kuayunkan kaki dengan semangat menuju alon – alon yang jaraknya hanya 5 meter di depan stasiun. Yang perlu kulakukan hanya menyebrang jalan, dan sampailah mataku tertuju pada gerombolan senam jantung sehat berseragam merah putih, Papa ada di sana.

Pemugaran masjid itu hampir selesai. Merpati semakin banyak, bahkan berebutan keluar dari sarangnya, mungkin saking sesaknya. Alon – alon Jombang ternyata sudah berbeda. Aku merasa asing di kota sendiri.

Pukul 09.10. Sampai di kantor kecamatan langsung mengambil nomor antrian: 165. Sekarang sudah antrian  keberapa? Masih pagi, sudah sebanyak ini?

Aku bersyukur ada E-KTP. Seandainya tidak, mungkin aku tidak pulang. Tidak bertemu Papa Mama. Aku sudah terlampau kangen.
Berada di dalam ruangan menunggu E-KTP, melihat dan tersenyum kepada “teman – teman” baru. Seorang ibu berumur 60 tahunan di samping kananku. Seorang bapak berumur 30 tahunan di sebelah kiriku. Lalu aku berbicara dengan hatiku sendiri, berdebat dengannya, dan ternyata hatiku tak bisa dibohongi. Sudah 2 dasawarsa ternyata umurku. Sudah besar.

“Golongan darahnya salah mas. Yang benar A”
“Saya bacakan lagi ya datanya. Nama .. bla.. bla.. bla .. Ada yang salah lagi?”
“Sudah benar mas.”
“Oke, sekarang lihat kamera. 4 jari kanan diletakkan di sini. 4 jari kiri. Jempol kanan kiri. Telunjuk kanan, telunjuk kiri.. bla.. bla.. bla.. Matanya dibuka lebar. … Oke selesai!”

Horeeeee…. Sekarang saatnya jalan – jalan. Wisata kuliner sehari bersama Papa. Hahaha, untuk masalah makanan, mungkin aku akan selalu menjadi anak gadis kecilnya yang manja.

Entah apa yang membuat es tebu di Jombang berbeda dengan daerah lainnya? Warnanya pun lebih jernih, sebungkus hanya 1,5k. Kalau di Bandung, harganya sekitar 5k, dan selalu kutimbang -timbang jika mau membelinya. Dengan harga segitu, jelas aku lebih memilih Cornello.

Mengantri gado – gado yang selalu ramai di belakang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang mengapa jadi sebahagia ini?

Atau malam – malam hanya sekedar menikmati pangsit ayam kering khas Jombang ini, sudah terbayar lunas kerinduanku. 🙂

Minggu, 15 April 2012, pukul 08.40. Dingin AC Kereta Argo Wilis menemani perjalanan Jombang – Bandung.

Sebuah pesan singkat dari Mama, “Hati – hati nduk. Kalau sudah sampai Bandung, telepon ya nduk.”

“Jikalau cinta dan pengorbanan ini bisa dibungkus, maka akan kukirimkan kepada kalian, wahai Papa dan Mama. Engkau mengijinkanku menuntut ilmu dengan berbekal doa, maka ijinkanlah aku menyambut cinta dan kasihmu dengan berbekal pengorbanan yang ada. Doakan anakmu di tanah rantau. I Love you as huge as always  be loved by you, Mom Dad.”

Leave a comment