Tak terasa 4 tahun telah berlalu semenjak kedatangan saya pertama kali ke Bandung.
Nekat.
Agaknya itu adalah 1 kata yang “hanya” bisa mewakili awal perjalanan kehidupan saya di Bandung.
Namanya juga kehidupan, ada bagian – bagian terjal pula yang harus dinikmati. Awal saya pindah di Bandung, jika ada orang yang menyapa bahkan mengingat nama saya saja sudah merupakan kebanggaan terbesar sendiri. Anak rantau, apalah yang bisa diharapkan selain mengenal banyak orang?
Saya belajar sampai jungkir balik, hingga terkadang stress dengan membawa satu tujuan: menyelesaikan studi dan setidaknya tidak jadi bahan pikiran orang tua. Walhasil jarang banget saya keluar lingkungan kampus. Mungkin hanya Sabtu dan Minggu mengunjungi saudara saya yang kuliah di ITB. Tapi itupun tidak bisa saya bilang jalan – jalan pula. Karena destination-nya lingkungan perkotaan. Hiruk pikuknya, kemacetannya….
Bandung yang diharapkan oleh orang rantauan seperti saya adalah Bandung yang sebenar – benarnya Bandung. Masih ingat waktu Papa saya bercerita ketika masih bersekolah di ITB: Bandung yang terkenal dengan sebutan Paris van Java. [Kalau bicara soal Paris, bukan hanya mata saja kan yang dimanjakan, tapi lingkungan sosial dan budayanya juga]. Bandung yang indah karena bisa menikmati pemandangan gunungnya. Bandung yang hijau. Bandung yang dingin. Bandung yang keren – keren lah pokoknya 
Tapi ya mau gimana lagi, jalan – jalan sudah merupakan kebutuhan tersier bagi saya saat itu. Padahal pengennya sih primer, tapi apalah boleh dikata jika memang harus fokus ke tujuan awal…..
Jika disuruh mengingat jalan pun bahkan sampai sekarang nggak bisa ingat. Bahasa sunda yang dipakai juga tergolong super duper cupu. Sampai terkadang berfikir bahwa, saya memang tidak sepenuhnya menikmati kehidupan Bandung. 😦
Jadi intinya, menikmati secuil kehidupan di Bandung itu ya di kampus. #merana
Kemarin jujur saja sempat shocked, baru ditinggal 3 bulan, wajah kampus sudah banyak yang “dioperasi 😆 ” Ini beberapa di antaranya.
<student hall dipermak habis – habisan. Sudah ada tembok luarnya plus dijadikan dua tingkat>
<gedung fakultas sains akhirnya jadi juga! 😀 Nice)
Dan yang paling jelas kelihatan beda adalaaaaahhhhh…. Eng ing eng.
<Tulisan IT Telkom sudah berubah menjadi Telkom University>
Gedung keong yang ditunggu – tunggu kedatangannya pun, akhirnya datang juga 😀
<Telkom Convention Hall alias gedung “keong” >
Kemarin ke Gedung Keong buat sekalian ikutan pameran Teknologi. Inilah pernampakan dari depannya.
<Believe 2013, pameran teknologi Telkom University>
Nah, kalau ke acara Telkom, yang paling seneng adalah saat foto – foto di “Wall of Fame”- nya. Kelihatan cupu, udik dan upik abu banget kan 😆 Ini nih, foto perbandingan antara masih menjadi mahasiswa dan setelah menjadi mantan mahasiswa. 😀
<Towards Telkom University 26.09.2012>
<24.11.2013 Believe 2013>
Dan kalau udah ke Telkom, yang paling ngangenin adalah : Grand Piano yang ada di GSG. Main – main sepuasnya dah di sana. Gangguin banyak orang juga yang lagi kumpul – kumpul. Hahahahaha. Ya udah lah ya, namanya juga rindu berat kan ya 😀 Pengen banget dah di Grand Piano ditulisin “Lapak Aing” 😆 Sampe – sampe ada Mas – mas bule yang ikut nimbrung nge-jam piano bareng. Hahahaha. 😆
<Main – mainin piano>
Sempat videoin sih sebenernya, tapi karena ada berisik – berisik orang ngobrol, jadinya agak terganggu rekamannya. 😦
Pokoknya kangen banget sama kampus ini. Semua pengalaman manis dan pahit, tumplek blek di sini 😀 Kenangan bareng temen – temen, dosen, semuanya.
<Kenangan bareng cewe2 elektro saat Ulang Tahun T. Elektro IT Telkom 2012>
Yang jelas, banyak juga yang perlu dibenahi dari kampus ini, termasuk kebiasaan – kebiasaan mahasiswanya.
<no ❓ parking>
Bandung selalu memiliki arti
Bandung indah bukan karena bandung itu sendiri, tapi juga karena segala kenangan yang mengikutinya
Bandung lautan kenangan 😀
Laura Yuliardhilla 