Category Archives: Sound of Soul

Good Bye 2015!

Standard

It has been a long time I was not writing any articles for this year. Within this article actually I wanna say thank you so much for all of the readers that still in tune in my blog. And when I saw my stats, I was shocked that there are many readers spreading on the world that giving their time to reading this little blog with an outstanding amount that I’ve never imagine about. Thank you so much.

I don’t know which one in this article that you’ve enjoyed about, but it is really my pleasure to give you such of ‘entertaining’ in a little of my thoughts.

Well, hm, talking about 2015, what have you learned about it? Is it a joy? Happiness? Sadness? Or anything else? For me, the one and the only thing that I’ve learned about is GIVING.

When I was little, my mother always said that if you have something you need to give a little to the others. It needed to be shared. You are not allowed to asked something within your friends. Even a snack. You need to give it. Don’t make your self asking something to the others even your friend, if your parents could given to you all that you need. And then I asked her,”What if my friend allowed me to ask them? What if they offered it? It isn’t me that asked them!” And then my mother said, “Just refused it. Refused it for your kindness. Remember, just for your kindness. You can give yours, but you cannot receive others. If you want a snack, just tell me. Telling me is your effort to get what you want. I can give you absolutely. Don’t asked to your friends. If I knew that you asked to your friend, I will mad to you.”

Until today, I just realized why she asked me to do so. It doesn’t mean that she order me to do the arrogant things with refuse the others offers. But, she just teach me about giving. The power of giving. If I cannot endure to give, don’t asking something. I need to do the efforts for achieving my goals. If when I was child, my goals is having a snack, so that I just need to take the effort for had it. That was asking snacks to my mother. But for my friend, my mother said that I need to give it. Not to ask it.

In a whole 2015, it’s really a big year for me. I changed my role from another department to new department in the office. I was glad that my previous boss give me a chance to do another big role in the company. And I surprised that my friends said that I have been doing a big things in my new role. They are helped to do such of works and they really thanks to me. And I just smiled to them, and I thinking to my self why I could do such of things is about giving. I try to give my best in my role. I try to give my best for them. I love my friends. I love how they smile to me. And I love they thanks to me. That’s why I want to give them something. Just a little gift maybe. But, if I could make their works simply, I’ll do my best for it.

On the other hand, I was bewared with ‘giving’ things. Sometimes, if you like to give, the ‘bad guy’ might be used your gift to them. And I think that someone that using the kindness of the others is a cunning person. They are not to be followed. So that, in this case, I believe in my father’s say :”Don’t believe to the others. Even your friends. We never know that your friends might be become your enemy at the future, or vice versa. We’ll never know about it. Thus, you can only believe in your self. Believe that you could handle anythings in your life. God and family could support you when you believe in your self. You + God + family = the perfect formula. When you live until you die, only God and family that could support you in anyways. You just need to believe it.”

On the last month of December, I was taking another big choice in my life. Which is I move to the other company. It’s very sad that I need to left behind all of my memories, passionate in previous works and also euphoria comfort working life in previous company. Saying good bye to my friend and my best colleagues. But in the some kind of point in my life I think that maybe it has been time for going. Going further in my life. Another great choice. Trying challenging my self to the higher goals. Trying to open up my potentials and desires. Trying to define more about life. I think I need to give another my best for the future.

Thus, tomorrow, in the great of 2016, I hope that I could give another gift to the others. And also the important thing is for my future. Giving the best for the best living. Giving and always giving.

So how about you guys? What’s your resolution in the 2016?

I hope you all great with another best in your life. Always believe in your self for whatever you choose in the future. May God always bless you and may the hand of family and friends near of you. Have a really wonderful, awesome, and an outstanding new year 2016!

With all of heart

Laura Yuliardhilla

 

Not Perfect

Standard

I’m not perfect.

I’m young.
I’m free.
Sometimes I’m sweet.
I could be thousands times more kind and better than an angel.
Sometimes I’m bad.
I could be thousands times worst than a wicked evil.
I’m extremely curious.
No one can muffle my curiousity.
I’m depressed, happy, furious, flat, gloomy, ignored for someone : freely.
No one can order my feelings.
Cause I’m selfishly possess my feelings….
I made my kindness, my success.
I made my mistakes, my failures.
I’m responsible through my life, my feelings, my behaviour.
I’m who I wanna Be.
Not your version of me.

Orang Baik

Standard

Mbak Retta        : “Hm, jadi menurut kamu, kenapa seseorang berbuat baik? Apa motivasinya?”
Lala                        : ” ????  Hm,…. Sepertinya agar orang lain berbuat baik juga kepada dia kali ya.”
Mbak Retta        : “Oh gitu? Orang berbuat baik karena dia ingin orang lain berbuat baik kepadanya? Berarti bukankah itu sesuatu yang paradoks ya? Dimana dia ingin memberikan kebaikan, tapi dia mengharapkan kebaikan pula. Kalau menurutku orang baik itu tidak akan pernah tahu motivasi apa yang membuat dia berbuat baik. Dia ya hanya senang aja gitu berbuat baik. Baginya berbuat baik itu adalah kebahagiaan tersendiri. Ya dia don’t care dengan apa yang akan orang lain perbuat kepadanya. Mau orang lain balas atau tidak, yang dia tahu adalah dia bahagia dengan kebaikan yang dilakukannya itu.

Letters to Julliet

Standard

Dear Claire,

What and if are two words as nonthreatening as words can be.
But put them together, side by side, and they have the power to hunt you for the rest of your life.

What if?

What if?

What if?

I don’t know how your story ended but if what you felt then was true love then it’s never too late.
If it was true then, why wouldn’t it be true now?
You only need the courage to follow your heart.

I don’t know what a love like Julliet’s feels like, a love to leave loved ones for,
a love to cross oceans for,
but I’d like to believe, if ever I were to feel it, that I’d have the courage to seize it.
And Claire, if you didn’t,
I hope one day that you will.

All my love,
Julliet.

-Letters to Julliet movie-

Pagi itu sama seperti pagi yang lain. Masih pagi yang sama ketika hujan gerimis membasahi dedaunan. Pagi yang sama ketika mendung bergantungan di langit. Hingga  sebuah kabar yang tetiba menyeruakkan kebahagiaan terdengar lewat telepon, membuat suasana pagi itu lebih cerah dari biasanya. Suara dari seseorang yang kukenal. Seseorang.

“Eh, beneran kah kalau kamu dilamar sama ****** ?”
“Hehe, iya. Kamu tahu dari **** kah?”
“Huum. Kok kamu nggak cerita si?”
“Hehe, sebenernya itu cerita sudah seminggu yang lalu si….”

Akhirnya seseorang yang kukenal ini dilamar oleh seseorang yang pernah diceritakannya kepadaku. Seseorang yang menurutnya terlalu jauh untuk diperjuangkan. Setelah saran itu. Sebuah saran yang pernah kusampaikan kepadanya. Untuk memperjuangkan seseorang yang dia cinta. Sebuah saran yang kurang lebih seperti Letters of Julliet wanna be. Di akhir saran itu kububuhkan sebuah kalimat.

“Hei, perjuangkan saja. Hasil akhir itu bukan masalah. Setidaknya kalaupun jawabannya tidak, kamu sudah berjuang kan? Itu lebih terhormat daripada menyesal karena sama sekali tidak pernah memperjuangkannya.”

 

Mengharapkan Sebuah Doa

Standard

Kamu sholat, menengadahkan tangan untuk-Nya, kamu lakukan semua itu, lalu, apakah kamu percaya kalau doa kamu akan dikabulkan? Jika sudah melakukan itu semua, dan kamu tetap merasa doa kamu nggak dikabulkan, lalu buat apa kamu berdoa?
Hanya orang – orang yang putus asa lah yang merasa doa mereka tak terkabulkan, merasa bahwa Tuhan memihak orang lain, tidak untuk mereka.Dan mereka tak akan pernah menyadari bahwa sesungguhnya : Tuhan hanya ada untuk mereka yang percaya pada-Nya. Kepercayaan adalah satu – satunya kunci, dimana hanya beberapa orang yang bisa dan mampu membawanya selalu di hati.
-Papa-

Makhluk Egois

Standard

Postingan ini sebenarnya hanyalah sebuah pemikiran sesaat sesat di pagi hari. Setelah membaca berita semingguan ini dan setelah mengalami beberapa “cobaan hidup” yang datang silih berganti. #lebay :mrgreen:

Manusia adalah manusia. Kalau saya bisa mengartikan secara implisit tentang arti manusia, maka saya akan mengatakan bahwa manusia adalah makhluk egois. Mengapa?

Tidak bisa dipungkiri bahwa,manusia yang secara biologis bernama homo sapiens ini memiliki insting untuk selalu mempertahankan hidupnya. Dari semenjak jaman purba, manusia mempertahankan hidup dari kondisi biologis: seleksi alam, hingga masa kini, manusia bertahan hidup dari segala ancaman lingkungan berupa: harta, tahta, wanita. Insting ‘kehewanan’ akan memaksa manusia untuk dapat selalu bertahan di dalam ancaman ini, dengan satu tindakan: menjadi egois.

Banyak pejabat korupsi, memakan uang yang sebenarnya bukan hartanya, menerima suapan kolusi, mendirikan dinasti jabatan nepotisme, tanpa memikirkan nasib orang lain, bukankah itu egois?
Bermuka dua di depan bos, untuk mempertahankan posisi di kantor, tanpa berpikir bahwa tidak semua orang akan menerima kebaikan palsunya, bukankah itu egois?
Menyalahkan orang lain, tidak menghargai pendapat dan pertanyaan orang lain, tanpa berpikir bahwa bisa jadi dia yang salah, atau bagaimana jika pendapat dan pertanyaannya tidak dihargai, diacuhkan, bahkan dicaci maki. Bukankah itu egois?
Berselingkuh, bermain hati dengan wanita(atau pria) lain, tanpa menyadari bahwa tidak akan ada dua hati dalam satu rongga, komitmen yang diawali dengan janji yang tulus bisa kandas di tengah jalan, tanpa berpikir nasib anak – anaknya, martabat keluarganya, perasaan istri (atau suami)-nya. Bukankah itu egois?

Egois memang sifat dasar manusia. Saya berpikir bahwa setiap orang pada dasarnya egois. Everyone. Included me.

Sudah memang dasarnya egois, seharusnya setiap manusia yang menyadari hal ini: harus memiliki sikap tenggang rasa. Saling merasakan jika dalam kondisi susah yang mendesak, yang memungkinkan manusia lainnya untuk mengambil sikap lebih egois (dari kodratnya). Sakit hati itu bukankah side effect dari sikap egois? (jika tanpa tenggang rasa). Jadi jika tidak ingin sakit hati, jangan egois milikilah jiwa tenggang rasa.

Senyummu

Standard

Senyummu
-secarik puisi untuk sebuah kisah sahabat-

Memandang senyummu selalu seperti senja ini
Datang dan pergi hanya untuk terus menggodaku menerka sebuah pertanyaan
Akan hujan atau cerahnya awan

Aku yakin langit ini akan segera mengakhiri sebuah cerita
Tentang kita yang akan selalu berbeda

Di bawah lampu-lampu kota yang terlihat suram
Kuberjalan bersama bayangan hati yang temaram
Tak berdiri, aku memilih duduk terpejam,
Di antara semua pilihan yang tak menemukan jalan

Karena hanya engkau, aku, kita, yang mungkin bisa merasa
Serelung hati yang tak memiliki sampan
Tuk arungi gemuruh riak itu,

Namun ternyata langit cerah senja ini
Angin menyentuh tuk menyampaikan sebuah janji
Bahwa Kita kan merasa di suatu saat, mungkin esok, lusa atau selanjutnya
Langit senja yg temaram
Menaungi kita dengan kilau cahaya jingganya.

image

Original poetry and photo by Laura Yuliardhilla a.k.a Lala